Wednesday 27 March 2013

Ia yang Aku Sebut Mama


Rindu...
Hanya mampu aku titipkan pada rinai hujanMu, duhai Dzat yang Memiliki jiwa raga ini
Ketika berpulang nampak seperti mimpi.
Menanggalkan asa yang menggebu pada tumpu yang semakin kelu,
Apakah kau sudah makan pagi ini?
Mengganjal perutmu dengan sesuap nasi yang sering terlupa karena sibukmu.
Apakah asam uratmu sudah membaik?
Hingga tak perlu lagi kau meringis dalam sujudmu.
Hingga tak perlu lagi obat-obat itu,
Apakah kau mampu tertawa seperti aku yang tertawa terbahak?
Sedang engkau sibuk memikirkan anak-anakmu,
Dan aku, tak akan pernah mampu mengganti setiap tetes keringat yang keluar dari pori-pori kulitmu yang berkeriput,
mata yang nanar karena terik matahari di sawah yang gersang,
kaki yang hampir lumpuh,
Tangan kasar tergerus beling-beling tajam,
Menepiskan segala hasrat dunia,
Meninggalkan kesenangan raga,
Hanya untuk anak yang kau jaga 9 bulan dalam rahimmu,
Yang kau timang dalam buaianmu,
Tapi sering berkata ah, dan mungkin tidak,
Padahal telah kau beri segala.
Telah kau penuhi jiwanya dengan kasihmu,
Telah kau penuhi raganya dengan keringatmu,
Telah kau berikan nyawanya dengan taruhan nyawamu,
Ah, lagi-lagi aku hanya mampu berdoa padaMu, Dzat yang merajai dunia.
Do’a rapi yang kuselipkan pada jemari-jemari yang mengadah meminta,
Semoga ia sampai,
pada perempuan tua yang masih bersikukuh melawan usia,
pada wanita perkasa yang berkali-kali menampar kejamnya dunia,
pada perempuan biasa yang kerap berurai air mata,
yang sedari kecil aku sebut ia, Mama.
Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Kumpulan status FB yang Masih Terdeteksi


14 Desember 2012
Dulu, jaman doeloe. sekali...orang selalu berfikir dua sampe puluhan kali buat cerita alias curhat tentang masalahnya kepada orang lain. Alasan gengsi sampe alasan ngga syar'i, Meski masalahnya itu amat sanagat berat sekali. Tak heran banyak yang bermunajahat kepada Sang Khaliq. 
Kalo jaman sekarang? keren euy...cuma blanja dipasar aja langsung curhat sama HPnya, lepinya, BBnya, dan iPodnya. Tadinya sih pengen nglegain pikiran. Tapi ternyata jadi banyak yang nanggepin. Terus keterusan deh.. Sampe2 lupa akan batas tentang apa yang boleh di ketahui khalayak sama yang seharusnya dipendam sendiri (kaya aku ini nih). Dan lebih parahnya, munahajat kepada Allah beralih ke munajahat ke dinding FB hanya dengan pancingan tulisan: apa yang anda pikirkan?
Padahal Allah menjanjikan penyelesaian.
*Semoga saya segera sadar.. -.-
14 Januari 2013
Kenapa Allah susah-susah menciptakan besi dan menyediakannya di bumi?
Padahal besi sendiri tidak dapat terbentuk di bumi. Memang besi tak seberharga emas. Tapi coba pikirkan ketika besi tak dikirimkan oleh Allah dari ruang angkasa sana. Ya, besi hanya bisa terbentuk dari benda angkasa yang memiliki bintang minimal 5kali lipat besarnya dari matahari.

Jika besi di bumi sebanyak ini, bayangkan dahsyatnya tabrakan yang dulu pernah terjadi.
Wallahu alam.
#Refleksi QS. Al Hadid...
11 Maret 2013
Lebih seneng ngomong sama kertas dari pada sama orang. Karena kertas itu menerima apa saja yang saya bicarakan, tanpa mengeluh apakah saya ngomongnya kepanjangan, belepotan, atau bahkan OOT. Lebih suka ngomong sama kertas daripada sama manusia karena kertas itu tanpa prasangka, amarah, apalagi prasangka. Apalagi dia mudah sekali memaafkan. Sekali di hapus, tiada berbekas. Leboh suka ngomong sama kertas dari pada sama manusia, karena kertas tidak akan membuat kecewa, karena dia tidak menghakimi dan tidak ingkar, tidak berbohong pada kemurniannya, atau munafik akan apa yang ada pada dirinya. Putih ya putih, bercoret-coret ya bercoret-coret.

#Dapatkah menjadi kertas dengan hati yang selalu bergejolak, dan otak yang selalu mengelak?.
11 Maret 2013
Jadilah pemilik status yang berguna, bermanfaat, dan bermartabat. Dari seribu satu penulis status, lebih dari 50% statusnya tentang kegalauan hidup, 25% tentang aktivitas kesehariannya. Sudah macam reality show buat artis-artis itu. Mungkin berlagak seperti artis. 15% Adalah tentang kalimat-kalimat penuh hikmah yang di copas dari negara antah berantah, atau benar-benar habis baca buku dan nemu kata yang menginspirasi, dan sisanya adalah seperti status ini. Tidak jelas juntrungnya. Tidak jelas maksudnya. Tidak jelas tujuannya. Tentu data ini tidak akurat. Jauh dari kevalidan. Saya juga hanya mengira-ira. Karena teman saya tidak ada 1001, hanya 801 dan lebih dari 75% darinya tidak saya kenal, tidak perduli dengan kehidupan saya apalagi status saya, dan saya pun sama tidak perdulinya. Tapi, ketika ada status yang setidaknya menginspirasi, memotivasi dan syukurnya adalah memberi hidayah, kenapa tidak melakukannya. Pahala akan mengalir, padahal kita hanya copas status dunia antah berantah. Dari pada sekedar pasang statu ala artis, biar semua tau aktivitas kita? Buat apa? Agar semua tau apa yang kita rasakan? Jangan- jangan malah di manipulasi setan. Apalagi kalo ketemu sama orang kepo. Bisa saja jadi fitnah yang mengada- ada. Ada banyak celah menuju kebaikan, sebaliknya ada banyak jurang menuju kesalahan, hanya dengan status yang anda tulis. 
Apakah status ini jatuh ke jurang keburukan? Harapannya tidak.
Sabtu, 16 Maret 2013
Yang terbaik belum tentu menang dan yang bekerja keras belum tentu mendapatkan lebih. Tapi itu bukan hal yang seharusnya menghalangi kaki untuk melangkah tanpa lelah, tangan untuk bekerja keras, mulut untuk berbicara benar, otak untuk berfikir jernih dan bhati untuk merasai kasih sayang.
Semangat hari Sabtu...!
Senin, 25 Maret 2013
Kenapa ada sekat-sekat bernama organisasi jika sebenarnya Rasulullah adalah Rahmatan Lin Alamin?
Selasa, 26 Maret 2013
Aku memiliki bagianku dan kalian memiliki bagian kalian. Biar kita berjalan pada alur yang berbeda namun akhir tujuan kita adalah sama.
Rabu, 27 Maret 2013
1.      Kalo tawaf, kita berputar pada arah yang sama, kalo sholat kita menghadap pada kiblat yang sama, tapi kalo soal kekuasaan, politik, kenapa saling beda haluan? Beda prinsip? Prinsip yang mana? Bukankah prinsip kita al Qur'an dan hadist? Beda ideologi? Bukankah Ideologi kita Al Qur'an dan hadist? Apanya yang beda?
2.      Kaum generalis jg perlu. Tp kaum spesialis jgn dilupakan. Lihat media, misalnya. Islam dihajar terus. Tp media Islam ke mana? Sudah jumlahnya sedikit, yg ada pun kualitasnya memprihatinkan. Wartawannya gak ok, redaktur payah, desain seadanya dll. Kalau begitu kondisinya, kapan kita mau meruntuhkan dominasi TIME, CNN dan semacamnya? 
http://chirpstory.com/li/63463

#Jangan terpekur saja dengan perbedaan yang jika di bahas akan semakin membesar dan membesar. Jangan terpekur saja dengan golongan-golongan yang katanya beda faham. Sudah saatnya bangun. "Mereka" sudah siap perang, dengan misi teramat rapi, namun kita masih tertidur pulas dengan mimpi-mimpi surga padahal mempelajari Al Qur'an pun enggan. Kita beda, ya. Bukan berarti harus membeda-bedakan. Kita beda cara, ya. Bukan berarti saling mencela. Kita beda jalur, ya, dan ingat, tujuan kita satu.


Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Saturday 16 March 2013

Bukan Dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih



Beberapa hari ini melihat bawang menjadi headline koran langganan asrama membuatku berfikir tentang bumbu masak yang satu ini. Hems, biasanya mana pernah. Meski ia (si Bawang Putih) sering sekali menjadi materi yang memanjakan lidah bersama bumbu-bumbu yang lain, tak pernah terbayangkan bahwa dia mampu membuat kekisruhan yang layak di jadikan headline sebuah koran nasional. Dua kali pula. Wah, sungguh. Mungkin ini belum berakhir. Bisa saja hari-hari berikutnya ia masih akan menjadi headline.
Tentu masalah utamanya bukan karena si bawang putih korupsi, ataupun ikut-ikutan berpolitik, nyalon jadi Cagub. Apalagi ikut-ikutan kasta kekuasaan. Ah, tentu juga bukan karena Si Bawang Putih melakukan kejahatan kemanusiaan. Eh, tapi mungkin saja iya. Tapi jelas bukan si Bawang Putih pelakunya. Dia hanya sebagai objek. Mungkin juga di oplos menjadi kambing hitam. Ngeri sekali. Si bawang putih yang seputih susu berubah menjadi kambing hitam yang segala rupanya hitam. Oplosan pula.
Masalah utamanya adalah karena harga Si putih ini melambung tinggi. Setelah sebelumnya di pusingkan dengan mahalnya harga daging, ternyata Si bawang ini tidak mau ketinggalan juga. Mungkin dia ingin kenaikan derajatnya sekelas daging biar lebih di perhatikan. Pasalnya, selama ini siapa yang memperhatikan bawang putih? Coba hitung saja, berapa siung bawang putih yang ibumu pakai untuk masak sayur dan bumbu lain setiap harinya. Tidak ada satu kilo. Ah, paling lima-enam siung. Pasti kalah dari penggunaan cabai ataupun bawang merah. Tapi kenapa ia mampu menjadi headline?
Saya jelas tidak tau, dan tidak akan membahas kebijakan koran akan hal ini. Tapi setidaknya saya tau, karena saking tidak di perhatikannnya, di Indonesia, bawang putih dalam negeri hanya mampu memenuhi 5% kebutuhan pasar. Wah, sediki sekali. Jelas saja. Karena bawang putih tidak terlalu di perhatikan petani sehingga petani enggan menanamnya. Petani lebih senang menanam bawang merah yang perawatannya dianggap lebih mudah.
Tak heran pemerintah membolehkan import untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. Yang menjadi masalah saat ini adalah ketika pemerintah membatasi jumlah import bawang. Tidak hanya bawang putih si, tapi juga import barang yang lain. Tapi dampak yang kini terasa adalah bawang yang melambung tinggi. Bagi kita-kita mungkin kenaikan harga bawang ini tidak menjadi masalah yang besar. Toh, ngga pake bawang juga ngga apa-apa. Asalkan makanan di warung bu Ida harganya tetap sama. Kecuali jika harganya naik, baru itu menjadi masalah yang harus di pecahkan dengan segera karena sifatnya yang mendesak.
Tapi, buat ibu-ibu di Kebumen kenaikan bawang putih ini menjadi masalah. Si Bawang Putih memaksa mereka tidak menumis sayuran, atau mengolah makanan lain yang menggunakan bawang putih. Mereka lebih suka membeli makanan matang di warung-warung. Akhirnya, pengeluaran rumah tangga pun bertambah. Bagi beberapa penjual, kenaikan bawang harga bawang putih ini memaksa mereka untuk menutup toko, buntutnya mereka tidak ada pemasukan. Dan untuk petani bawang merah, kenaikan bawang putih yang diikuti kenaikan harga bawang merah mencekik leher mereka.
Apa pasalnya petani bawang merah di bawa-bawa? Jelas ini bukan karena cerita tentang bawang putih dan bawang merah dalam dongeng klasik. Sama sekali bukan. Ini adalah cerita murni tentang bumbu masak yang jika kita tanpanya pun masih bisa hidup. Petani bawang merah merasa kesulitan menanam bawang merah karena harga bibit naik akibat kenaikan harga bawang merah. Yang dalam hal ini keduanya searah sejalan. Tapi entahlah. Padahal kebijakan pembatasan bawang untuk melindungi produksi lokal.
Saya setuju dengan pembatasa barang import. Bahkan jika perlu contoh saja Cina dengan politik isolasinya. Toh, jika di garap dengan serius, kita mampu memenuhi kebutuhan kita sendiri. Apa sih yang tidak tumbuh di Indonesia? Apa sih yang tidak tertanam di bumi indonesia. Apa sih yang tidak bisa di lakukan anak-anak cerdas Indonesia. Yang tidak bisa dilakukan saat ini hanyalah memaksimalkan potensi yang di miliki.
Ah, ternyata di tengah-tengah kekisruhan yang tengah melanda ibu-ibu rumah tangga, meski dalam kapasitas yang tidak terlalu besar, ternyata ada saja yang nakal. Importir-importir bawang dengan sengaja menimbun Si putih menunggu harga puncak, dan mereka akhirnya akan meraih keuntungan tertinggi. Keren sekali, dan sayangnya ini berlarut-larut. Pantas saja Presiden kita tercinta kecewa dengan kinerja mentrinya, dan ibu-ibu rumah tangga kecewa dengan presidennya. Kasian sekali.
Semoga tidak ada isu politik, konspirasi apalagi pengalihan isu disini hingga masalah kenaikan bawang putih mengalahkan berita-berita yang lebih mengenaskan, lebih membunuh ibu-ibu rumah tangga. Semoga saja, ini hanya masalah waktu, sehingga ketika sudah waktunya nanti bawang  putih dan bawang merah kembali menempati posisinya sebagai bumbu masakan.

Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Followers

About Me

My photo
Warna-warna yang selalu menghidupi kehidupan anda. Serba-serbinya, seluk beluknya. Bukan aku, tapi warna-warnaku dari refleksi tulisanku. Ayo menulis!!!

Popular Posts

Copyright © Tinta Kering | Powered by Blogger
Design by Blog Oh! Blog | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com