Sunday 5 June 2016

Ramadhan di Kota Elantris

Masyaallah, sudah bulan Ramadhan. Alhamdulillah masih dipertemukan dengan bulan mulia ini. By te way, sudah menyiapkan apa saja untuk menyambut bulan Ramadhan?
Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah novel yang cukup menarik. Elantris, karya Brandon Sanderson. Sebuah novel fantasy yang berlatarkan kota antah berantah. Saya katakan menarik karena ketika membacanya saya teringat akan bulan Ramadhan. Yah, meski sebenarnya saya tidak merekomendasikan buku ini, baik anak-anak maupun orang dewasa Karena, hai buku yang lebih kaya ilmu dan pengetahuan masih banyak di luar sana. Namun jika hanya untuk selingan saya pikir tak apa. Ingat ya, selingan. Tapi jika anak-anak yang membacanya harus dengan pengawasan orng tua ya. Beruntung saya bukan lagi anak-anak.

Jadi, apa hubungannya novel Elantris dengan Ramadhan?
Sebelum mejelaskan lebih lanjut, saya akan sedikit membocorkan isi buku ini. Buku setebal 544 halaman ini diawali dengan cerita sebuah kota bernama Elantris, sebuah kota para dewa karena penghuninya, para elantrian adalah makluk yang dipercaya abadi, atau kurang lebih demikian. Tubuh mereka mudah sembuh jika terluka atau sakit. Mereka juga dikaruniai kekuatan, pengetahuan dan kecepatan luar biasa. Mereka dapat mengeluarkan sihir hanya dengan menggerakan tangan mereka. Yang lebih seru lagi, semua orang bisa menjadi elantrian. Tapi bukan dengan mencalonkan diri seperti pemilu, sekolah tinggi, apalagi main suap. Tidak. Sebab mereka menjadi elantrian dengan cara sangat misterius. Tidak ada yang menduga.
Pengemis, pengrajin, bangsawan maupun prajurit bisa saja di malam-malam misterius mengalami shaod. Shaod adalah istilah dari transformasi manusia biasa mejadi elantrian. Setelah shaod terjadi, kehidupan baru orang terpilih itu dimulai. Dia akan meninggalkan kehidupan duniawinya.
Buku ini tidak menceritakan kejayaan Elantris namun tentang kota Elantris pasca keruntuhan. Shaod yang terjadi pasca keruntuhan sangat bertolak belakang. Elantrian tidak lagi menjadi dewa namun menjadi monster. Kulit mereka dipenuhi noda-noda hitam menjijikan mirip memar gelap, rambut rontok drastis, dan kulit nampak menua. Keriput mendadak. Mereka kemudian tidak lagi di elu-elukan sebagai dewa, namun sebagai orang buangan. Mereka dibuang ke kota elantris yang telah hancur, kumuh, penuh dengan kotoran dan berbahaya.
Meski mereka tak lagi membutuhkan makanan untuk hidup, namun rasa lapar terus medera mereka. Apalagi bagi mereka yang tak lagi memiliki tujuan teguh. Bahkan rasa lapar itu mengendalikan mereka menjadi makhluk barbar dan irasional. Apapun mereka lakukan untuk bisa makan. Akhirnya pada suatu titik mereka akan mengalami hoed. Ketika mereka kalah melawan rasa sakit dan nafsu, mereka akan kehilangan kesadaran. Hilang tujuan, kalah, terpuruk dan menderita tak berkesudahan.
Saya berfikir bahwa shaod dan elantris sama halnya dengan bulan Ramadhan. Ketika terjadi shaod para elantrian menjadi dewa. Sesiapapun dengan alasan misterius. Pun dengan Ramadhan. Sesiapa pun bisa menjadi ‘abadi’ ketika Ramadhan tiba. Ya, ketika Ramadhan, dibukakan pintu-pintu surga dimana keabadian berada. Tidak serta merta memang. Namun janji Allah itu pasti bukan? Keabadian yang indah di surga Allah.
Alasan yang misterus? Ya, misterius karena siapa yang tahu ketaqwaan seorang manusia ketika menjalani Ramadhan?
Elantris pasca keruntuhan pun mengingatkan saya tentang sifat manusia. Nafsu duniawi. Sebelum menjadi ‘abadi’, tentu banyak sekali ujiannya. Rasa lapar para elantrian bisa digambarkan sebagai nafsu manusia. Nafsu akan duniawi yang terkadang memang membutakan mata, menumpulkan hati dan memburamkan logika. Manusia bisa menjadi makhluk paling bar-bar ketika telah ditundukan oleh nafsunya. Maka ia akhirnya akan kalah, terpuruk dan menderita tak berkesudahan.
Mengutip ayat Al Qur’an surat An Nazi’at 37-39,” Maka adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sungguh nerakalah tempat tinggalnya.”
Namun ketika seorang memiliki tujuan yang kuat, kepercayaan yang tinggi, iman yang kokoh, maka ia akan terhindarkan kekalahan akan nafsu duniawi. Di akhir cerita novel ini, seseorang yang memiliki kepercayaan tinggi, tekad yang kuat, berhasil mengembalikan kejayaan elantris. Dia terhindar dari hoed. Bahkan menyelamatkan banyak elantrian.


Jadi, mirip kan? Atau karena saya yang terlalu merindukan Ramadhan sehingga apapun saya kaitkan dengan bulan mulia ini? MasyaAllah, rindu terbayar. Semoga bisa memanfaatkan Ramadhan sebaik-baiknya hingga bisa mencapai keabadian sejati di Jannah Allah Azza wa Jalla.
Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Followers

About Me

My photo
Warna-warna yang selalu menghidupi kehidupan anda. Serba-serbinya, seluk beluknya. Bukan aku, tapi warna-warnaku dari refleksi tulisanku. Ayo menulis!!!

Popular Posts

Copyright © Tinta Kering | Powered by Blogger
Design by Blog Oh! Blog | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com