Thursday 29 September 2016

Parfume


Sebuah ruangan yang tidak begitu besar-kurang lebih 6 meter persegi- begitu sepi. Bukan tanpa penghuni, namun beberapa orang yang berada di dalamnya sedang sibuk dengan urusan dan pikirannya masing-masing.
Ruangan itu dipenuhi rak-rak, berisi buku. Berbagai macam buku dengan jumlah yang tak terbilang. Tidak terlalu banyak, namun juga tak sedikit. Ditengah ruangan, beberapa meja dan kursi ditata sedemikian rupa. Kursi-kursi itu sebagian telah berpenghuni, sebagian lain masih kosong, menunggu seseorang mendudukinya.
Diruangan itulah aku berada. Sebuah perpustakaan. Menatap layar leptop dan sesekali memandang ke depan. Tumpukan buku-buku pada rak yang menjulang dan sebuah misteri tentang kursi kosong. Ya, misteri siapa yang akan mendudukinya kali ini. Sebuah buku dengan judul Sejarah yang tercetak besar terkadang menarik perhatianku. Mengingatkanku pada sesuatu, namun hanya sesaat. Bosan bergulat dengan dunia internet aku beralih pada buku yang telah aku pinjam hari sebelumnya. Sebuah buku dari penulis Jepang.
Buku itu menarik perhatianku terlalu banyak. Mungkin karena aku harus memusatkan perhatian agar mengerti apa yang dimaksudkan penulis. Meski begitu aku masih menyadari ketika seseorang menarik kursi di sampingku yang sebelumnya kosong. Seorang pria dengan kemeja rapi berwarna abu-abu dan sepatu licin kemudian duduk disana. Aku tidak dapat melihat wajahnya, pun tidak tertarik untuk melihat. Aku masih memusatkan perhatiku pada buku.
Beberapa saat kemudian misteri kursi kosong di depanku terpecahkan. Seorang pria berkaos oblong duduk disana. Sebuah leptop ia letakan di meja, di depanku. Kami berhadapan, namun aku masih enggan untuk mengangkat wajah. Tidak terlalu perduli siapa yang berada disana. Tidak mengenalku, pasti. Karena ia tak menyapa.Namun, aku punya cerita lain dengan dia. Kini aku sedikit tertarik pada pria disampingku. Aroma parfum yang cukup kuat menguar keudara. Indra penciumanku menangkapnya, dan otak mulai memproses.
Baunya wangi. Khas laki-laki. Bukan wangi bunga -wangi-wangian yang aku suka-. Apalagi buah-ini aku lebih suka lagi-. Wangi yang bagiku abstrak. Bagaimanapun aku tidak terlalu mengenal parfum, macam-macamnya, namanya, apalagi membedakan merknya. Aku hanya tau, wangi parfum lelaki disampingku ini menyengat, dan aku tidak suka. Bukan apapun, tapi karena kepalaku tetiba pusing. Respon biasa ketika ada wangi yang terlalu menusuk- mungkin ini pun sebab aku tak menggunakan parfum-.
Aku jadi teringat bapak dirumah. Ya, pria satu-satunya yang aku kenal degan baik. Lelaki satu-satunya di keluarga kecil kami-yang kini mulai tumbuh menjadi besar-, sebelum kakak-kakak perempuanku menikah dan lahirlah seorang ponakan laki-laki. Bapak juga memakai parfum. Sebuah merk parfum murah namun cukup terkenal karena ada iklan parfum tersebut di TV. Bapak sering memakainya, apalagi jika bepergian. Meski begitu, aku tetap pusing mencium wanginya. Aku lebih suka bapak tanpa parfum.
Wangi parfum lelaki itu tidak seperti wangi parfum bapak. Tercium tidak murahan. Ah, apalagi mengingat penampilan pria itu. Kemeja tersetrika rapi, handphone hitam yang mengkilap dan sepatu yang tak kalah mengkilap juga. Sepertinya pria itu cukup perfeksionis. Sudut mataku pernah menangkap ia tengah membersihkan handpone kinclongnya dengan sapu tangan. Aku langsung melihat handphoneku yang, ehm, sangat malang.
Ada parfum seorang pria yang aku suka. Parfumnya beraroma coklat. Tidak menyengat, namun lembut. Apalagi jika menempel cukup lama di kulit. Wanginya mengingatkanku akan biskuit coklat. Akhirnya aku menanyakan parfum itu padanya dan tanpa pikir panjang aku meminta ia membelikannya untukku. Aku sempat memakainya. Beberapa kenalanku pun menyukai wanginya. Namun sayang, belum sampai habis, bahkan belum sampai setengah, parfum itu hilang. Mungkin sudah takdir yang terhubung dengan takdir yang lain. Dan aku tak lagi memakai parfum, tertarik membeli lagi pun tidak karena beberapa alasan.
Sebenarnya aku penasaran, bagaimana reaksi laki-laki ketika mencium aroma parfum wanita. Apakah akan sama sepertiku? Pusing dan mengingatkan akan banyak hal. Atau yang lain? Aku tidak punya banyak referensi, namun aku tau, seorang perempuan dilarang menggunakan parfum yang berbau menyengat ketika keluar rumah, dan bertemu dengan sekumpulan laki-laki. Aku percaya, akan ada banyak kerugian dan kelalaian yang akan terjadi jika perempuan melakukannya-memakai parfum berbau menyengat- sehingga pelarangan itu ada. Namun aku belum tau pasti. Mungkin aku harus bertanya pada Bapak.
Masih berhubungan dengan parfum dan perpustakaan, aku menemukan buku berjudul Parfum di perpustakaan itu. Aku langsung teringat pada film dengan judul yang sama. Film yang memang diadaptasi dari buku itu. Aku tertarik untuk membaca, namun buku penulis Jepang itu lebih menarik bagiku saat ini. Mungkin nanti jika aku meminjam buku lagi. Aku ingin membandingkan buku itu dengan filmnya.
Aku tidak akan merekomendasikan film itu ditonton. Meski sebenarnya filmnya cukup bagus, dari segi cerita. Mugkin bukunya. Namun aku pun belum membaca. Mungkin nanti.
Banyak orang yang mendapatkan inspirasi dari wangi parfum. Pun sepertinya diriku yang akhirnya menulis sesuatu yang random dan abstrak seperti ini. Yah, aku hanya mengaitkan ujung-ujung otakku saja. Sebelum ia benar-benar lepas dan benar-benar hilang.

Tapi, tetap saja parfum bagiku tidak menyenangkan. Aku lebih suka mencium wangi buah-buahan atau bunga sebelum diekstrak. 
Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Wednesday 28 September 2016

Tua dan Hidup yang Mulus



“Karena hidup tidak selalu mulus,” ucap C ketika senja menyapa kota Yogya hari ini.   Bukannya tanpa sebab, ia mengucapkan kalimat itu seraya mengusap botol minumannya yang masih baru. Beberapa menit sebelumnya botol itu jatuh dari motor, meninggalkan baret-baret di badan botol.
Aku menatapnya geli. Bisa saja dia mendapatkan kalimat filsafah kehidupan tersebut hanya dari baret di botol minumannya. Namun sejurus kemudian wajahku ikut serius. Bahkan ketika kami melaju membelah jalanan Yogya. Aku merenungkannya, merenungkan kalimatnya dengan seksama.
Sejak malam sebelumnya aku telah mengagendakan beberapa hal dihari ini. Pergi kesana, ketemu dengan B, mengunjungi event ini, dan beberapa hal lain. Namun apa daya, pagi-pagi ketika aku hendak meninggalkan asrama, motor yang aku kendarai tak mau bekerja sama. Remnya rusak. Roda belakang tidak mau berputar. Beruntungnya aku masih berada di halaman asrama. Aku masih bisa meminjam motor teman satu asrama. Namun, tentu banyak hal yang berjalan mulus sesuai rencana karena aku tidak bisa meminjam motor itu seharian.
Hidup tidak selalu berjalan mulus. Pun dengan rencana-rencana besar yang telah tersusun bertahun-tahun lalu. Bisa jadi, hari ini rencana itu gagal, batal, tertunda, atau yang lain. Namun seyogyanya, meski kehidupan yang tak berjalan mulus itu tak menyurutkan semangat. Semangat untuk meneruskan mimpi. Jika mimpi yang satu tak terwujud, masih ada mimpi lain yang bisa diwujudkan.
‘Kehidupan yang tidak mulus’ku hari ini sebenarnya memberikan satu pelajaran lagi. Meski usia telah menua, bukan berarti kalah, dan mengalah pada kerentaan tubuh, dan kekuatan yang perlahan sirna. Aku dapatkan pelajaran ini dari seorang bapak tua, pensiunan PNS berusia 70 tahun yang menjadi teman perjalananku di Trans Jogja.
Tubuhnya ringkih, nafasnya pendek-pendek. Namun ia tak berdiam, dan membiarkan semua itu mengalahkannya. Gurat-gurat usia tua jelas tergambar di wajahnya, namun semangat muda seakan membara keluar dari jiwanya.
 Ia bekerja di sebuah univ swasta di Jogja. Berawal dari  permintaan bantuan dari temannya, ia membiarkan dirinya berangkat pagi dan pulang magrib, melupakan usianya yang sudah tak lagi senja. Membiarkan tubuhnya berdesakan dengan penumpang trans jogja lain setiap harinya. Beruntung jika mendapatkan tempat duduk, jika tidak kakinya yang lemah menopang tubuhya meski beratnya tak seberapa. Namun ia menikmatinya. “Daripada melamun dirumah, lebih baik berguna di luar,” begitu katanya.
Ah, tentu hidupnya tak mulus, seperti kulitnya yang mengeriput. Namun, optimistis tetap terpancar di matanya dan nada suaranya.

Tua. Memang bukan sebuah hal yang mutlak, karena maut bisa jadi penghalangnya. Namun jika bisa menjadi tua, mungkinkan bisa tetap memiliki semangat yang sama ketika masih muda meski jalan hidup tak selalu mulus? Semoga.  
Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Dengar, Penampilan Bisa Saja Menipumu

Itulah yang membuat saya jarang menyimpulkan penilaian terhadap seseorang. Bagaimana sebenarnya orang yang saya hadapi, sifatnya, perangainya, dan lain hal. Pun kamu, yang mungkin sudah sangat lama saya kenal. Karena manusia punya rahasia-rahasia yang tak nampak atau ditampakan.
Saya masih ingat ketika Diah, dalam pernyataanya, “Penampilan Muji yang demikian akan menipumu. Ketika ia menemukan jalan dan sepeda motor, kau tidak akan menduganya sama sekali.” Ia mengatakan hal demikian setelah kami bersama-sama melakukan perjalanan Bali-Lombok dengan sepeda motor.
Pun saya masih ingat ketika Mas Angga menegaskan berkali-kali,”Kamu sudah pernah naik gunung, Ji? Beneran?” Ah, Mas Angga. Bukan lagi pernah, tapi sudah berkali-kali. Gunung di Jawa tengah sudah saya taklukan semua. Sungguh.
Dan yang terakhir, kemarin ketika saya menghadiri pernikahan seorang teman di Boyolali. Ketika saya sampai di rumah mempelai wanita, pertanyaanini menyambut saya,"Beneran sendiri? Kamu berani?”

Memangnya kenapa jika saya mengendarai motor dari Jogja ke Boyolali dengan sepeda motor sendiri? Tak nampakah bahwa saya adalah gadis yan berani-dan mungkin mandiri-? Toh hanya dekat. Dua minggu sekali saya pulang ke Kebumen, yang jaraknya dua kali lipat ke Boyolali, sendiri. Ya, mereka tidak tau itu saja.
Banyak hal yang tidak kita tahu tentang diri seseorang. Dan saya terus belajar tentang ini. Inilah yang membuat saya belajar tidak mengambil kesimpulan akhir. Pun ketika seseorang melakukan perbuatan yang sangat tidak menyenangkan kepada saya. Jika dia perempuan, ah mungkin sedang masa senitifnya. Atau jika lelaki, mungkin dia sedang banyak sekali masalah. Tentu sakit hati, namun dengan pemikiran-pemikiran itu akan mengurangi rasa sakit hati dan tentunya menghilangkan kebencian.
Saya tidak tau, apakah seseorang akan memiliki perangai yang mutlak atau tidak. Oh, hanya Allah yang memiliki hati manusia. Dia dengan mudah merubah hati makluk. Jika sekarang dia cinta, mungkin suatu hari dia benci. Dan, sayangnya ini selalu membuat saya berfikir ‘suatu hari hatinya akan berubah, dan berubah pula keniatannya.’ Hal ini berujung, saya tak pernah mempercayai perasaan mereka.

Semua bisa berubah. Semua memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk. Dan tak akan pernah ada kesimpulan akhir kecuali Zat-Nya dan KeagunganNya.
Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Followers

About Me

My photo
Warna-warna yang selalu menghidupi kehidupan anda. Serba-serbinya, seluk beluknya. Bukan aku, tapi warna-warnaku dari refleksi tulisanku. Ayo menulis!!!

Popular Posts

Copyright © Tinta Kering | Powered by Blogger
Design by Blog Oh! Blog | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com