Aku hanya tahu sedikit tentangnya. Tak
lebih dari seujung kuku. Tapi aku kembali terusik atas peristiwanya, yang
menggalaukan hati dan memberi kekisruhan pada otak yang tak bertepi.
Ia pada wujudnya yang tak nyata,
mencerminkan kehidupan pada insan manusia. Seperti layaknya udara yang tak
terlihat, ia mampu memberikan kehidupan. atas ijin Sang Pencipta, kepada umat.
Aku membiarkan ia berkeliling pada
belantara kehidupan, lagipula tak mungkin aku mencegah. Bukankah banyak umat
manusia mengharapkan hadirnya. Pada setiap nafas, pada setiap langkah mereka.
Ya, terkadang aku melihat perih, pada luka yang menganga akibat goresan yang
bersinggungan antara kedua pemiliknya. Namun bukan berarti luka itu tak
tersembuhkan, karena ada obat penawar yang datang, sama-sama dari dirinya,
namun mungkin dalam bentuk yang lebih berbeda. Aku hanya akan menyebutnya
cinta.
Cukup sederhana pemaknaanku padanya. Tak perlulah serangkaian kata,
karena sejatinya memang ia tak akan pernah terdefinisi dengan pasti. Jelas
saja, dia bukanlah kata kerja, dia bukanlah kata benda, namun disatu sisi dia
bisa saja menjadi keduanya.
Ya, aku memang tak perlu terlalu jauh mendefinisikannya. Aku hanya
ingin membicarakannya, dari hati yang pernah merasainya, dari mulut yang pernah
mengucapkannya, dan dari tangan yang pernah mengukirnya.
Pada kelayakannya, aku ingin dia hadir pada suatu ketika, ketika
dua insan dipertemukan dalam sebuah ikatan resmi, suci nan indah, karena sebelumnya
insan yang tak pernah dipertemukan secara langsung itu berani menjangkaunya.
Pernikahan itu hanya diawali oleh keinginan memuliakan perintah Allah yang
memang telah mulia. Namun, bukan berarti tanpa pengharapan akan cinta pada
keduanya. Tentu aku hanya pengamat yang sedang menjadi saksi mata pada sebuah
masa.
Langkah-langkah yang mereka jalin dalam rumah bahagia. Ya, akhirnya
cinta menyapa mereka berdua. Apa mereka bahagia? Tidak selamanya, karena
sejatinya cinta tak menjanjikan kebahagiaan nampak begitu cerahnya. Terkadang
ada duka yang tak terelakan, kadang ada tangis yang tak tertepiskan. Mengapa? Aku
sendiri tak tau, mungkin hakekat cinta memang demikian. Ia tak menjanjikan
apapun pada manusia. Bukankah iya? Aku akan mengangguk takzim mengiyakan.
Mungkin kamu tidak, dan aku tidak perduli.
0 Apa Kata Mereka???:
Post a Comment