Saturday 14 November 2015

Senja Menginspirasi Bersama Tokoh Inspiratif


 

            Senja masih seperti biasanya. Jingga masih benderang di ufuk Barat dan burung terbang menuju sarang. Namun, bagi saya senja ini tidak seperti biasanya. Ada setangkup kisah yang telah terencana.
            Ada nuansa romatis ketika saya menunggu ditepi jalan. Ada resah, gelisah, dan khawatir. Gelisah pertemuan yang ditunggu tak sampai pada pelampiasannya. Gagal. Dua puluh menit menanti membuat saya khawatir sesuatu yang diluar dugaan terjadi. Seperti rindu yang bertemu, dua sosok yang menghampiri saya menjadi pelepas segala rasa. Umi Yuni, pengasuh Pondok Rabingah Prawoto dan Mbak Rissa, senior saya sekaligus musrifah di pondok. Namun, masih ada sesosok lagi yang masih berselimut banyak tanya.
            Sebuah rumah dengan pintu tertutup menjadi penyambut. Sejenak kemudian pintu terbuka, setelah salam yang ketiga. Kami bertiga bernafas lega. Pertemuan akan menemukan ujungnya.
            Prof. Aliyah Rasyid Baswedan. Saya mencium tangan beliau takzim. Memang Rencana Tuhan luar biasa. Indah dan menakjubkan. Rencana kami hanya meminta testimoni namun RencanaNya berkata lain. Lewat beliau, Ilmu MilikNya mengalir deras. Testimoni yang kami rencanakan semenit dua menit, akhirnya berbuah kuliah singkat lebih dari setengah jam. Kuliah kehidupan, kuliah untuk peradapan dimasa yang akan datang.
            “Mahasiswa. Kedepan akan mau apa? Ketika kita sudah punya banyak hal sekarang sebagai mahasiswa. Harus kita rencanakan. Seseorang yang sudah punya rencana pasti akan lebih baik daripada yang tidak punya rencana,” kata Bu Aliyah. Kami takzim memperhatikan.
            “Bukan tentang karir saja. Namun juga sampai kita meninggal kita mau bagaimana. Harus dipikirkan dan dilakukan persiapannya. Ilmunya harus membawa kita sukses dunia dan akherat.”
            “Manfaatkan waktu sebaik-baiknya, harus banyak membaca, harus banyak bergaul, harus berorganisasi. Karena disana akan dihadapkan banyak sekali masalah. Masalah-masalah itulah sebagai bekal tahap selanjutnya,” lanjut Bu Aliyah.
            “Berikanlah kebermanfaatan untuk masyarakat. Berperanlah untuk membuat baik orang, membuat baik organisasi, membuat baik lingkungan.”
            Saya terhenyak. Saya teringat banyak hal yang telah tangan dan kaki saya lakukan. Namun, tidak banyak yang telah saya manfaatkan untuk memberikan manfaat. Mungkin sudah terlalu banyak kesia-siaan yang saya lakukan.
            Ya, saya dibelai dan ditampar dalam waktu bersamaan. Dibelai oleh kenyataan saya pernah di lingkungan terbaik dimana lulusannya diharapkan menjadi pemimpin muslimah tangguh yang akan membangun peradaban. Ditampar, karena saya belum bisa melakukan apa-apa.
            Perbincangan dengan beliau masih berlanjut. Namun pikiran saya telah terbelah.  Biarlah, saya akan kembali mendengarkan apa yang beliau sampaikan di asrama lewat file video yang saya rekam.
            Ingin saya menjadi rakus dan berlama-lama disisi beliau. Menyerap saripati ilmu yang beliau miliki. Namun Adzan magrib menjadi pertanda, pengingat bagi saya. Saya harus lebih berusaha lagi mencari serpihan-serpihan ilmuNya yang bertebaran. Ya, saya akan berusaha.
            Romantisme Jogja membersamai saya pulang. Senandung lagu Yogyakarta yang dinyanyikan band ternama seperti mengiringi, terngiang begitu saja. Nostalgia. Suatu hari, saya akan merindukan kota ini dengan segala romantisme dariNya.


0 Apa Kata Mereka???:

Post a Comment

Followers

About Me

My photo
Warna-warna yang selalu menghidupi kehidupan anda. Serba-serbinya, seluk beluknya. Bukan aku, tapi warna-warnaku dari refleksi tulisanku. Ayo menulis!!!

Popular Posts

Copyright © Tinta Kering | Powered by Blogger
Design by Blog Oh! Blog | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com