Tahun berlalu,
hiruk pihuk berganti dengan kesunyian dan berganti lagi dengan keramaian.
Berputar terus menerus bersama waktu. Akhirnya, saya memutuskan untuk
melengkapi cerita ini dan mempublikasikannya. Ini adalah penebusan atas dosa
yang saya lakukan. Dosa karena tidak ijin pada orang tua ataupun keluarga,
ataupun organisasi yang saat itu mengamanahkan saya jadi ketua. Bukan ijin, Cuma
pemberitahuan. Duh, bocah bandel memang.
Ya, ini kisah
perjalanan saya mbolang selama enam hari di Bali dan Lombok. Backpaker lokal
ala-ala. Bertanggal 24 Juli 2015- 29 Juli 2015. Kisah nekad saya yang kesekian.
Enam hari di Bali Lombok
ngapain? Habis Berapa duit? Perjalanan naik apa? Bagaimana disana? Kemana aja? Dapet
pengalaman apa aja?
Dan, beginilah
kisahnya.
Day 1
Setelah semalaman
ngrepotin Nik sama Aeni karena saya dan partner in crime saya (baca.
Diah) nginep di kos mereka, paginya mereka kami repotan untuk mengantar kami ke
bandara. Pagi buta!
Tentu saja jalanan
lenggang. Dingin-dingin semribit, tapi, tunggu. Kapan lagi bisa kebut-kebutan
di jalanan Jogja yang akhir-akhir ini mulai memadat. Dan, benar saja. Gas sepeda
motor mulai ditarik, dan mulai melaju dengan kekuatan hampir penuh. Tak
heranlah, kami sampai kurang dari setengah jam. Dari jalan Kaliurang km 8
hingga jalan solo km 9, atau bandara Adi Sucipto Yogyakarta yang berjarak 13
km.
Setelah cipika cipiki,
saya dan Diah segera menuju bagian keberangkatan. Setelah cek in, kami segera
ke mushola bandara. Iya, tadi kebut-kebutannya kita belum Sholat Subuh. Alhamdulillahnya
selamat.
Saya ngga perlu
ngurusin koper ke bagasi deelel karena memang ngga bawa. Jadi bawaan saya itu
hanya backpack ukuran 20 liter yang biasanya dipake buat sekolah atau kuliah.
Bukan untuk jalan-jalan. Isinya cuma 3 baju, 3 rok, 3 jilbab dan pernak pernik,
kaos kaki agak banyak, alat mandi (yang cuma sabun cair, sikat, odol sama face
wash), obat-obatan, charger hp, dompet kecil, buku, pulpen dan alat make up
yang hanya lipgloss dan lotion. That simple. Lebih sedikit daripada bawaan
kalau mau naik gunung yang cuma sehari semalem. Karena apa? Karena perjalanan
kali ini insyaAllah tidak akan jauh dari peradaban.
Dan, setelah beberapa
lama menunggu, Ini dia! Saya akhirya menginjakan kaki pertama kali di pesawat ‘beneran’.
Norak? Ngga ko. Saya ngga foto-foto selfie dulu di deket pesawat atau
jejingkrakan. Kalem aja. Alasannya, besok-besok juga mau naik lagi. Sering. Ngapain
selfie (ini doa). Lagipula, naik maskapai pesawat yang tingkat kecelakaannya
tinggi. Duh, mau bangga gimana coba. Alhamdulillahnya sih, ngga menggigil
ketakutan, parno dst. Berasa udah biasa aja naik pesawat. Pas mau take off juga
biasa aja. Mungkin ini efek keseringan naik komidi putar pas kecil. Jadi,
pengalaman naik pesawat pertaa kali itu, biasa.
Dua jam kemudian,
saya sudah berpindah pulau. Bali!!!
Selamat datang di Bali. Pic by Diah. |
Iya, ini pertama
kalinya juga saya ke Bali, plesiran. Dulu SMA ngga ada studytour ke Bali. Padahal
angkatan sebelumnya dan sesudah ada studytour ke Bali. Kenapa angkatan saya
ngga ada? Entahlah, saya sudah lupa. Jadi memang exited juga untuk menjelajah
Bali. Apalagi kita akan menjelajah Bali dengan motor!
Setelah keluar dari
pesawat, handpone pintar nan tangguh langsung saya aktifkan, segera menghubungi
Mas Bayu, pemilik rental motor yang nomornya saya dapat di internet.
Dengan berbagai
pilihan rental motor di Bali entah kenapa saya mantap dengan sewa motor Mas
Bayu. Setelah bertemu dengan orangnya, istrinya dan anaknya, hati saya
bergumam, ini takdirnya Allah. Seneng juga, ketemu Mas Bayu dan keluarganya
yang muslim ditengah-tengah masyarakat non muslim.
Sewa motor sama Mas
Bayu itu Rp 50.000/hari/24jam. Bisa serah terima langsung di parkiran bandara. Kami
dapat motor Next tahun 2014, warna hijau, include helm 2 buah, stnk,
mantol/jas hujan. Ada beberapa motor yang lain. Yah, meski biasanya saya naik
motor ‘gigi’, mengingat ini perjalanan jauh, motor matic jadi pilihan. Syarat
sewa gampang banget, cuma KTP saya di foto. Mas Bayu pokoknya sudah tsiqoh
sekali sama pelanggannya. Yang mungkin mau ke Bali dan mau nyewa motor, bisa
hubungi Mas Bayu (087860985449)
Motor sudah
dikendarai. Selanjutnya, kita kemana?
Sebuah tugu di tengah jalanan Bali. Tebakan, namanya apa? |
Entah karena males,
atau emang males, kami berdua belum booking penginapan. Mottonya, ntar lihat di
lapangan aja. Jadi, setelah keluar dari bandara, kami ngga tahu harus kemana.
Apalagi saya yang buta Bali. Orang belum pernah ke Bali. Diah juga sepertinya.
Sepertinya bingung, padahal dia udah sering ke Bali. Aduh. Jadilah kami mbolang
beneran. Cuma ngikutin petunjuk jalan yang ngga jelas tanpa arah tujuan yang
pasti. Setelah sedikit berdiskusi, dan bertanya teman sana sini, akhirnya
diputuskan kami menuju Pantai Kuta. Denger-denger disana banyak penginapan
backpaker murah.
Sampai di Pantai
Kuta, benar, banyak penginapan. Tapi yang murah yang mana? Ditengah kebingungan
nyari penginapan murah, perut yang memang belum diisi sedikitpun mulai protes.
Masalah selanjutnya, dimana nyari tempat makan halal? Scara, kita di Bali
dan kita berdua muslim. Akhirnya, setelah mlipir sana sini, nemu juga rumah
makan Padang! InsyaAllah halal. Tenyata, sekali mendayung dua tiga pulau
terlampaui. Setelah perut kenyang, kami juga dapat informasi penginapan murah
dari mas-mas yang jaga rumah makan Padang tadi. Memang ya, tanya sama penduduk
lokal itu, the best. Kami segera meluncur ke lokasi penginapan yang Cuma
beda satu blok sama rumah makan padang.
Penginapan itu
bernama Losmen Arthawan di jalan pompies II. Kalau mau di cari di Google Map,
ada. Kami dapat kamar, dua bed dengan sewa Rp.100.000/24 jam/jam cek in sampai
jam 12 siang (cek out). Kamarnya biasa kamar kos-kosan Jogja tingkat menengah,
ada kamar mandi dalem, ada lemari, ada handuk bersih. Yang paling penting sih
ada colokan. Scara, HP yang tangguh sudah mulai kehabisan energi setelah
sepagian buat browsing ini itu.
Setelah sholat
Dzuhur dan Asar yang dijamak, dengan permasalahn klasik menentukan arah kiblat,
kami putuskan untuk istirahat sejenak sebelum keliling (sebagian) Bali. Saya ambil
note kecil bergambar One Piece untuk membuat itinerary sederhana. Iyah,
kita baru bikin itin pas udah sampai di tempat tujuan. Kan, mottonya lihat aja
ntar dilapangan. Ini sungguh jangan diikuti kalau kamu pengen liburan dan
perjalanana kamu terjadwal, tertata dan terencana. Tapi karena kami berdua
orangnya sama, ngga punya planing dan males bikin planing akhirnya ya begini.
Setelah
browsing-browsing, liat apa yang agak aneh di Bali akhirnya diambil beberapa
keputusan. Sore nanti kita akan pergi kearah Utara. Tujuannya belum tahu.
Pokoknya ke arah Utara. Entah nanti ada apa.
Sejenaknya itu
ternyata dua jam lebih. Pukul 14.30 WITA kami baru tersadar tujuan kami ke Bali
itu bukan pindah tidur. Kadang saya kalo jalan-jalan gini bingung sendiri,
tujuannya itu pindah tidur atau eksplore tempa baru sih. Bagi saya, tidur itu
adalah sosok yang sulit sekali dikalahkan. Dimanapun berada.
Kami membelah
jalanan Bali yang nampak asing. Tentu saja berbekal aplikasi map di handpone
pintar.
Bali itu,
jalanannya lebih unggul daripada Jawa Tengah dan Jawa Timur. Aspalnya sudah
bagus. Ngga ngenjal-grenjul dan bolong-bolong. Meski tetap masih khas
Indonesia. Kalau pemakainya, baik pengendara sepeda motor maupun mobil, masih
kalah sama DIY soal ketertibannya. Tapi sudah mendinglah. Selama perjalanan
sore itu saya ngga menemukan macet berkepanjangan.
Saya dan Diah
sempat berganti mengendarai. Dia di depan, menjadi sopir dan saya bertugas
sebagai penunjuk arah. Tapi, baru beberapa kilo, saya menyerah. Saya masih mau
jalan-jalan ke Lombok dan naik pesawat lagi, dan yang terpenting, saya masih ingin
menikah sebelum kenapa-kenapa. Saya lalu ‘merebut’ kemudi.
Lewat pedesaan di
Bali itu tentu nuansanya berbeda dengan di Jawa. Setiap rumah, bukan gapura
17an tapi gapura selayaknya gapura candi. Eksotik gitu ukirannya. Belum lagi
wangi kembang dan dupa dimana-mana. Mrinding-merinding sedap. Tapi jadi inget
jalanan disekitar pasar kranggan. Duh, Jogja lagi. Kelamaan di Jogja nih
kayaknya. Sawah di Bali juga berbeda, meski ngga beda-beda jauh. Tapi karena
saya berasal dari desa yang 10 meter dari rumah itu sawah, jadi tidak terlalu
perhatian dengan sawah-sawah disana dengan sistem subaknya. Satu lagi,
kayaknya di Bali semua rumah punya pohon bunga frangipani.
Ada yang mau kenalan? |
Setelah menempuh
perjalanan hampir 35 km akhirnya kami sampai di Monkey Forestnya Bali. Duh,
jauh-jauh ke Bali cuma mau liat monyet? Habisnya kami sudah bingung mau kemana
lagi. Keburu sore. Ini nih, akibat ngga punya rencana sebelum-sebelumnya. Tapi
ini menariknya, kami ngga punya ekspetasi apa-apa, jadi ngga kecewa.
Diah in action. Beruntung, jembatannya belum ditambahin atribut alay. Semoga saja tidak pernah! |
Monkey Forest,
seperti namanya, isinya ya hutan dan kera. Keranya banyaakk. Beneran banyak.
Kita bisa langsung interaksi juga sama mereka. Mau elus-elus mereka bisa, tapi hati-hati,
bisa-bisa dielus-elus mereka terlebih dahulu, alias dicakar. Biasa, monyet kan
agresif. Loncat sini loncat sana. Yang menarik itu ketika ada petugas yang bawa
makan sore banyak. Semua kera ngumpul. Mulai dari yang simbah-simbah kera,
sampai yang bayi masih nyusu sama ibunya. Ngumpul semua. Rebutan makanan sampai
berbagi makanan. Dan yang iconik dari Monkey Forest di Bali itu, ya tentu saja,
bayak sekali pura nya. Setiap sudut selalu aja ada. Jadi bener-bener Bali deh.
Meski di dalam hutan sekalipun.
Setelah puas menjadikan
monyet sebagai objek foto, kami berjalan kaki dijalanan sekitar area hutan.
Jalan sekitar dua meter itu cukup ramai. Kanan kiri jalan merderet pertokoan modern.
Baju-baju ataupun berbagai pernak-pernik dipajang di etalase kaca. Mungkin
pasar mereka adalah orang-orang menengah diatas. Bisa dilihat sih, mayoritas
turis di Monkey Forest ini adalah turis asing.
Jalanan di dekat Monkey Forest |
Puas berjalan dan
melihat-lihat, kami memutuskan kembali kepenginapan. Senja yang jingga sudah
mulai berganti warna menjadi gelap. Kami kembali menyusuri jalanan yang asing
tapi menyenangkan. Sebelum sampai ke penginapan kami memutuskan untuk mampir
makan, dan saya ingat, diperjalanan berangkat saya melihat sebuah rumah makan
yang tidak asing dan pasti halalnya. Tepat di jalan Tukad Barito Timur No. 33 saya
membelokan kemudi.
Pelayan Warung
Spesial Sambal dengan rompinya yang berwarna merah menyambut saya.
Apppppppaaaa???
Jauh-jauh ke Bali makannya di SS? Kayak di Jogja ngga pernah aja. Yah, daripada
susah-susah nyari makanan halal dan tempat sholat. Dan, semoga saja harganya
semurah di Jogja. Tapi ternyata harga sudah disesuaikan dengan standar hidup di
Bali. Tapi masih terjangkau kok sama dompet bakcpaker kere macam saya.
Kami kembali melanjutkan
perjalanan. Hari sudah benar-benar gelap, dan kami lupa jalan pulang!!!
Akhirnya dan
akhirnya kami kesasar. Belum lagi GPS handphone yang kayaknya tidak mau bekerja
sama. Tapi kami tetap optimis. Kami pasti sampai. Alhamdulillah, benar juga. Kuta
Bali itu ternyata cukup mudah ditemukan. Tidak salah jika mencari penginapan
disini (menghibur diri). Pukul 19.00 WITA kami sudah kembali ke penginapan.
Numpang Foto dulu ya, Hard Rock Hotel. Nginepnya ngga tau kapan. |
Setelah rehat
sejenak (ini benar-benar sejenak), kami memutuskan menikmati malam Kuta. Kami
keluar penginapan dan berjalan kaki kearah pantai. Mampir ke toko pinggir jalan
dan beli sendal jepit KW tapi harganya ngga KW, foto-foto di icon HardRock
Kafe, trus lanjut ke Matahari mall belanja perlengkapannya Diah.
Suasan Pantai Kuta malam hari, sendu-sendu gimana gitu. |
Selanjutnya kami
menuju pantai. Gelap dan sunyi. Tidak ada lampu yang terang benderang. Hanya
ada kelip lampu dari kejauhan. Hanya ada beberapa orang yang terduduk di pasir.
Mendengar deburan ombak atau memandang langit. Dilangit, rembulan menggantung
hampir sempurna, dan laut menjadi refleksi yang aneh. Tak terlalu sempurna indah
namun menghasilkan gambaran magis.
Pantai di malam
hari memang selalu menarik. Sayangnya bintang tak ikut menyemarakan malam itu.
Terhalang awan-awan.
Setelah puas
melihat kehidupan malam yang belum malam-malam banget, kami memutuskan pulang.
Saya yang kebiasaan punya jam malam jam 9 dan sering berusaha patuh, berada di
luar rumah lebih dari jam segitu agak tidak nyaman juga. Pukul 10 lewat sedikit
kami sudah kembali ke penginapan. Membersihkan diri dan tidur. Besok masih ada
hari yang harus di sambut dan tempat-tempat yang harus di jelajahi.
Besok, akan ada
Bali selatan dan menyebrang Selat Bali-Lombok. Masih dengan motor!
To Be Continue...
Kebali nya baru2 ya , bagaimana keadaan cuaca di bali mbak ??
ReplyDeleteKalau sekarang-sekarang katanya sedang angin besar, dan hujan deras, apalagi kalau malam. Tapi masih aman untuk traveling
Delete